KPU Karanganyar Join - BerCanDa - Bahas Strategi Tingkatkan Partisipasi Masyarakat dalam PDPB | KPU Karanganyar Ikuti NGOPI ASLI - Sosialisasi Tata Naskah Dinas untuk Administrasi Tertib | KPU Karanganyar Simak Kajian Hukum Putusan MK Sengketa Pilbub Jayapura Tahun 2024

Publikasi

Opini

Oleh : Daryono, Ketua KPU Karanganyar Pada Kamis, 2 Oktober 2025 lalu, KPU Kabupaten Karanganyar menetapkan rekapitulasi pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan (DPB) Triwulan III Tahun 2025. Jumlah pemilih DPB di Kabupaten Karanganyar ditetapkan sebanyak 725.663 pemilih. Terdiri dari 356.823 pemilih laki-laki dan 386.840 pemilih perempuan. Pasca-rekapitulasi DPB Triwulan II pada 2 Juli 2025 lalu, terdapat pemilih baru sebanyak 14.060 pemilih. Sementara untuk pemilih yang sudah tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 3.928. Dengan demikian, terdapat penambahan pemilih sebanyak 10.132 pemilih sehingga pemilih dalam DPB Triwulan III sebanyak 725.663 pemilih. Melalui mekanisme rapat pleno terbuka, penetatapan rekapitulasi DPB dilakukan dengan pembacaan rekapitulasi per kecamatan dan kemudian disampaikan rekapitulasi secara keseluruhan dari 17 kecamatan. Setelah disepakati dan tidak ada keberatan, rekapitulasi DPB Triwulan III digedok atau disahkan. Adapun detail daftar pemilih yang ditetapkan terdapat di sistem informasi data pemilih (Sidalih) dan dapat dicek secara daring oleh masyarakat melalui cekdptonline.kpu.go.id. Tidak butuh waktu lama untuk membacakan rekapitulasi DPB hingga kemudian disahkan dalam rapat pleno. Bagi mereka yang belum mengetahui prosesnya, penetapan rekapitulasi seolah-olah hanya menetapkan angka-angka yang terkesan tanpa makna. Bagi penulis, rekapitulasi DPB tidak sekedar tentang angka-angka rekapitulasi yang ditetapkan. Di balik penetapan rekapitulasi itu, terdapat berbagai cerita dan kerja-kerja yang dilakukan KPU dengan sepenuh hati untuk memastikan daftar pemilih valid dan mutakhir. Salah satu kerja yang dilakukan yakni pencocokan dan penelitian secara terbatas atau disebut coktas. Dalam coktas ini, KPU mendatangi pemilih yang datanya perlu dilakukan validasi. Misalnya, pemilih dilaporkan sudah meninggal, menjadi anggota TNI/Polri atau sebab lainnya yang menyebabkan pemilih itu diduga TMS. Atau sebaliknya, warga belum tercatat dalam DPB misalnya karena baru berusia 17 tahun (pemilih pemula) atau anggota TNI/Polri yang telah pensiun. KPU Karanganyar melakukan coktas pada tanggal 16-19 September 2025. Jumlah data yang perlu dilakukan validasi sebanyak 290 data pemilih, tersebar di 17 kecamatan. Dalam pelaksanaannya, proses coktas mengalami berbagai dinamika di lapangan. Beberapa contoh misalnya, data yang dicari tidak diketahui orangnya, pemilih sedang tidak ada di rumah karena sedang di ladang sehingga petugas coktas harus menemui pemilih di ladang. Ada pula tantangan mengenai akses/jalan yang tidak mudah seperti di salah satu desa di Kecamatan Kerjo dimana petugas coktas harus meminjam sepeda trail karena medan yang dilalui tidak mudah.   “Sumini yang Tertukar”   Salah satu kejadian menarik dalam proses coktas yang terekam dalam ingatan penulis yaitu cerita mengenai “Sumini yang tertukar”. Hal itu terjadi di salah satu kelurahan di Kecamatan Karanganyar. Cerita bermula saat penulis bersama dua petugas coktas lainnya melakukan coktas atas nama Sumini yang dilaporkan sudah meninggal dunia. Kami pun melakukan pengecekan dengan datang ke RT sesuai alamat yang tertera. Sampai di lokasi, kami bertanya kepada salah satu warga mengenai pemilih di RT tersebut yang bernama Sumini. Informasi dari warga itu, ternyata ada dua orang yang memiliki nama sama persis, Sumini. Satu sudah meninggal dunia sekitar dua bulan lalu, sementara satunya masih ada. Untuk memudahkan, sebut saja dua Sumini itu bernama Sumini A dan Sumini B. Berbekal informasi dari warga, kami mengunjungi rumah Sumini A yang disebut warga sudah meninggal. Beruntung kami dapat bertemu keluarganya. Keluarga membenarkan bahwa Sumini A telah meninggal sekitar dua bulan lalu. Kami kemudian meminjam KTP Sumini A yang masih disimpan oleh keluarga. Data Sumini A pada KTP kami cocokkan dengan data yang kami bawa. Rupanya, NIK-nya berbeda. Artinya, Sumini A yang meninggal itu bukanlah Sumini yang dilaporkan meninggal karena NIK pada KTP-nya tidak cocok. Berhubung Sumini A sudah meninggal, kami kemudian menanyakan apakah ada akta kematiannya. Ternyata, ada akta kematiannya. Kami pun memfoto akta kematian itu sebagai bukti dukung untuk nanti dilakukan pengecekan di Sidalih. Apabila Sumini A ini belum tercoret sebagai pemilih maka akan dilakukan pencoretan dari daftar pemilih lantaran sudah TMS karena sudah meninggal. Kami kemudian melakukan pengecekan ke Sumini B. Setelah bertanya, kami pun mendatangi rumah Sumini B. Di rumah tersebut, kami bertemu langsung dengan Sumini B. Kami kemudian meminjam KTP Sumini B dan mencocokkan datanya dengan data yang kami miliki. Berdasarkan pencocokan, NIK-nya sesuai. Artinya, Sumini B yang dalam data kami dilaporkan meninggal dunia justru masih ada.  Oleh karena itu, Sumini B ini dinyatakan memenuhi syarat (MS) dan tetap terdaftar sebagai pemilih. Cerita mengenai “Sumini yang tertukar”  di atas merupakan salah satu dari banyak cerita yang muncul selama coktas. Tentu saja tidak mungkin semua cerita penulis sampaikan di sini karena akan menyebabkan tulisan ini menjadi sangat panjang.   Menjaga Hak Konstitusional Pemilih Pemutakhiran DPB yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2025 sejatinya memang bukan sekedar proses administrasi belaka. Pemutakhiran DPB merupakan upaya untuk memastikan warga yang memenuhi syarat sebagai pemilih benar-benar terdaftar sebagai pemilih sesuai amanat undang-undang. Sebaliknya, mencoret pemilih yang sudah TMS agar daftar pemilih menjadi valid dan mutakhir. Harus diakui, masih terdapat sejumlah kendala dalam pemutakhiran DPB. Di antaranya soal belum maksimalnya partisipasi masyarakat untuk secara aktif melaporkan perubahan data kependudukan ke KPU. Ada pula warga yang tidak melaporkan perubahan kependudukan karena khawatir dicoret sebagai penerima bantuan sosial (bansos). Meski demikian, KPU akan terus melakukan upaya persuasi dan sosialisasi untuk mendorong partisipasi masyarakat.  Mari bersama-sama untuk menjaga hak pilih kita bersama! (*)

Oleh: Daryono, Ketua KPU Kabupaten Karanganyar Bulan September 2025 ini, banyak sekolah di Kabupaten Karanganyar baik itu Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ataupun Madrasah Aliyah (MA), melaksanakan pemilihan ketua OSIS (Milkoi). KPU Karanganyar pun menerima banyak undangan dari sekolah-sekolah baik untuk menyaksikan pelaksanaan Milkoi maupun memberikan materi atau sosialisasi. Pendampingan pelaksanaan Milkoi merupakan salah satu program KPU Karanganyar yang sudah dimulai sejak tahun 2016. Dalam proses pendampingan ini, KPU Karanganyar membentuk Komite Milkoi. Meski sudah dimulai sejak 2016, untuk pembentukan Komite Milkoi oleh KPU Karanganyar baru dimulai sejak tahun 2022. Pengurus dan anggota Komite Milkoi ini merupakan siswa-siswa perwakilan dari SMA/SMK/MA di Karanganyar. Kepengurusan Komite Milkoi diperbaharui setiap tahunnya. Pada tahun ini, Komite Milkoi 2025 telah dibentuk oleh KPU Karanganyar pada 18 Juni 2025 lalu. Setelah terbentuk, tugas utama Komite Milkoi adalah mengkoordinasikan pelaksanaan Milkoi di sekolahnya masing-masing. Jadi, secara sederhana, Komite Milkoi ini adalah “KPU” di level sekolah yang bertugas merancang dan mengkoordinasikan penyelenggaraan Milkoi di masing-masing sekolah mulai dari persiapan hingga pelaksanaan pemungutan suara. Selama proses ini, Komite Milkoi mendapatkan pendampingan dari KPU Karanganyar melalui Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan Sumberdaya Manusia. Melalui kegiatan Milkoi ini, para siswa diharapkan dapat mengenal dan mengetahui praktik demokrasi sejak dini. Oleh karena itu, tahapan Milkoi dibuat mirip dengan tahapan pemilu atau pemilihan mulai dari menyiapkan daftar pemilih, pencalonan, kampanye hingga pemungutan suara. Setiap tahapan diharapkan dapat memberi pengalaman dan pengetahuan tersendiri bagi para siswa. Misalnya, dalam tahapan kampanye, dilakukan debat antar calon ketua OSIS. Dengan demikian, para siswa yang menjadi calon ketua OSIS memiliki pengalaman dalam menyiapkan visi, misi dan program serta menyampaikannya secara terbuka. Sementara bagi siswa lainnya, memilki pengalaman dalam menyimak visi misi dan program para calon ketua OSIS dan kemudian menjadi dasar dalam menentukan pilihan saat hari pemungutan suara. Pendek kata, Milkoi diharapkan dapat menjadi ajang untuk mengenalkan secara dini praktik demokrasi kepada para siswa baik sebagai penyelenggara, peserta maupun pemilih. Selain itu, melalui ajang Milkoi, KPU juga sekaligus mensosialisasikan demokrasi dan pentingnya menjadi pemilih cerdas kepada para siswa lantaran mereka adalah para pemilih pemula yang nantinya akan memiliki hak suara saat pelaksanaan Pemilu 2029.  Pengenalan demokrasi sejak dini kepada para siswa menjadi hal penting. Tidak hanya menyangkut sosialiasi, tetapi juga menyangkut masa depan demokrasi kita. Para siswa inilah yang dalam beberapa tahun ke depan bakal menjadi pelaku demokrasi sehingga bakal ikut menentukan wajah demokrasi kita. Sebut saja untuk Pemilu 2029, para siswa ini dipastikan sudah berusia 17 tahun. Dengan demikian, selain dipastikan terdaftar sebagai pemilih, para siswa ini nantinya juga dapat menjadi penyelenggara Pemilu baik itu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk tingkat kecamatan, Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/kelurahan atau menjadi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tingkat TPS. Atau dapat juga menjadi pengawas Pemilu di tingkat kecamatan, desa/kelurahan atau TPS yang merupakan bagian dari jajaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Berkaca dalam Pemilu dan Pilkada 2024 lalu, tidak sedikit personel PPK, PPS maupun KPPS yang usianya masih muda, dalam rentang usia 17-25 tahun. Hal ini menegaskan bahwa penting bagi para siswa untuk mendapatkan pendidikan dan pengalaman demokrasi sejak dini sebagai bekal berdemokrasi di masa depan. Salah satunya melalui kegiatan Milkoi. Selain untuk memberikan pendidikan dan pengalaman demokrasi, Milkoi juga diharapkan dapat menjadi semacam laboratorium teknis pelaksanaan pemungutan suara. Meski secara umum pelaksanaanya masih sama, namun pelaksanaan Milkoi di berbagai sekolah dimungkinkan memiliki ciri khas masing-masing. Hal ini justru akan menjadi pengayaan tersendiri dalam konteks penyelenggaraan. Sebagaiman kita ketahui, perkembangan teknologi begitu cepat. Di sisi lain, anak-anak muda juga sangat akrab dengan perkembangan teknologi. Karena itu, tidak menutup kemungkinan, pelaksanaan Milkoi di sekolah justru dapat lebih maju dari sisi teknis penyelenggaraan. Misalnya, proses pemungutan suara menggunakan google-form atau e-voting. Meski belum tentu dapat dipakai untuk skala lebih luas seperti Pemilu atau Pilkada, namun inovasi-inovasi dalam pelaksanaan Milkoi akan dapat menjadi referensi dan kajian untuk pelaksanaan pemungutan suara di kemudian hari. Tujuannya tentu saja agar pelaksanaan Pemilu dan Pilkada kita semakin baik dan efisien dari sisi teknis penyelenggaraanya. Terakhir, dengan mendapatkan pendidikan dan pengalaman praktik berdemokrasi sejak dini, diharapkan pula akan memperkuat partisipasi anak muda dalam demokrasi kita. Partisipasti tidak melulu dengan menjadi aktor utama demokrasi seperti peserta pemilu ataupun penyelenggara. Namun juga dapat menjadi pemilih cerdas atau pemantau pemilu. Kita tahu bersama, demokrasi kita masih menyisakan sejumlah persoalan seperti masifnya money politik dan juga minimnya partisipasi pengawasan. Hal itu secara sederhana terlihat dengan minimnya, atau bahkan tidak adanya organisasi yang menjadi pemantau pemilu dalam Pemilu dan Pilkada 2024 lalu. Padahal, demokrasi kita akan semakin baik apabila semakin banyak pihak-pihak yang menjadi pengawas partisipatif. Jadi, bagi KPU, Milkoi bukan sekedar sosialisasi kepada calon pemilih pemula. Tetapi juga menyangkut masa depan demokrasi kita yang ditentukan salah satunya oleh anak muda. Kepada mereka-lah kita akan menitipkan demokrasi yang telah kita sepakati dan kita perjuangkan bersama-sama. (*)  

KARANGANYAR - Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak Tahun 2024 akan segera dimulai tahapannya di tahun 2022. Berbagai persiapan dilakukan KPU menjelang pesta rakyat lima tahunan ini.  Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Pemilu digelar pada 14 Februari 2024. Presiden meminta seluruh jajarannya di Kementerian dan Lembaga serta KPU dan Bawaslu RI memasifkan sosialisasi pelaksanaan Pemilu.  Pada kesempatan kali ini, redaksi e-Kobil berhasil melakukan wawancara dengan KPU RI, Hasyim Asy’ari. Rubrik wawancara mengangkat tema Menuju Pemilu Serentak 2024.  Dipandu langsung oleh Anggota KPU Karanganyar Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan SDM, Devid Wahyuningtyas. Berikut wawancara eksklusif KPU Karanganyar bersama Hasyim Asy’ari. Inovasi apa yang disiapkan KPU ? Berbagai inovasi dilakukan KPU supaya dalam melaksanakan tahapan Pemilu sesuai perkembangan zaman. Seperti halnya sejak Pemilu 2004 hingga 2019, ada inovasi serta pembaharuan yang dilakukan. Demikian pula ketika Pemilu 2024 nanti, KPU terus memperbaiki dan menyempurnakan sistem yang ada sehingga semakin baik.  Contoh ketika Pemilu 2004, untuk penghitungan suara, dulu namanya Tabulasi Nasional. Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 ada Situng (Sistem Informasi Penghitungan Suara). Lalu pada Pilkada 2020 ada inovasi baru yaitu Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi Suara). “Sesuatu yang sudah dirintis pada periode sebelumnya tidak serta-merta ditinggalkan, melainkan terus dievaluasi apakah ada problemnya, lalu dikembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman,” terang Hasyim. Pendaftaran Parpol Pemilu 2024 diawali dengan tahapan pendaftaran Partai Politik (Parpol). Ketua dan Sekretaris Jenderal atau sebutan lain mendaftarkan dengan melampirkan Surat Keputusan (SK) Kepengurusan Pusat.  Kepengurusan Parpol, syaratnya mempunyai pengurus di 34 provinsi, mempunyai pengurus sebanyak 75 persen di kabupaten/kota di 34 provinsi, mempunyai pengurus sebanyak 50 persen di kecamatan di 75 persen kabupaten/kota. Jumlah keanggotaan Parpol minimal 1000 atau 1/1000 jumlah penduduk di kabupaten/kota, serta mempunyai kantor di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Setelah pendaftaran, akan dilakukan dua macam verifikasi yaitu verifikasi administrasi  (vermin) dan verifikasi faktual (verfak). Untuk Parpol yang lolos Parliamentary Threshold atau bisa dikatakan mempunyai kursi di DPR RI, akan dilakukan vermin saja.  Untuk Parpol yang tidak lolos Parliamentary Threshold dan Parpol baru, akan dilakukan vermin dan verfak. Untuk verfak, akan dilakukan dengan menggunakan metode random sampling. Diharapkan Parpol benar-benar menjaga data anggota agar ketika dilakukan verfak, orang yang bersangkutan benar-benar merupakan anggota Parpol tersebut. Harapan kepada Pemilih KPU terus mendorong dan mengajak masyarakat pemilih untuk memastikan diri bahwa sudah terdaftar sebagai pemilih atau belum. Dalam hal pengecekan data pemilih, KPU menggunakan Sidalih (Sistem Informasi Data Pemilih) yang sejak Pemilu 2014 hingga sekarang terus dilakukan pembaharuan.  Selain itu, masyarakat juga dapat mengakses situs web dan/atau aplikasi Lindungi Hakmu untuk mengecek apakah sudah terdaftar sebagai pemilih dengan mengisi nama dan NIK (Nomor Induk Kependudukan). Jika sudah terdaftar, nanti akan muncul nama, NIK, dan di TPS mana orang tersebut dapat menggunakan hak pilihnya.  Jika belum, masyarakat dapat mendaftarkan diri sebagai pemilih ke PPS (Panitia Pemungutan Suara) di tingkat Desa/Kelurahan, PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) di tingkat Kecamatan atau di KPU Kabupaten/Kota setempat. Masyarakat juga dapat mendaftar secara daring melalui aplikasi Lindungi Hakmu.  Nanti data yang masuk akan dicek di KPU RI, jika belum terdaftar, maka data tersebut akan diserahkan kepada KPU Kabupaten/Kota setempat agar orang yang mendaftar tersebut diklarifikasi. Setelah diklarifikasi kemudian didaftarkan oleh KPU setempat. KPU akan mengirim notifikasi kepada orang tersebut bahwa telah terdaftar sebagai pemilih. Ini adalah salah satu inovasi yang dilakukan KPU supaya masyarakat dapat berpartisipasi aktif sebagai pemilih. Dikarenakan hal yang paling penting adalah memastikan bahwa sudah terdaftar sebagai pemilih. (NKAW)

KARANGANYAR – Bulan Desember diperingati adanya Hari HAM dan Hari Ibu. Pada kesempatan ini, Reporter Kobil berkesempatan melakukan wawancara dengan Devid Wahyuningtyas SP, Anggota KPU Karanganyar dan Titin Riyadiningsih S.H.G, Tokoh Penggerak Desa Wisata Karanganyar. Bicara Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember, tak lepas dari kiprah dan peran perempuan. Dalam pembentukan Desa Wisata, bagaimana peran perempuan yang ada di Desa Wisata? Dikatakan Titin, bahwa peran perempuan dalam pembentukan Desa Wisata di Dusun Sumberbulu Desa Pendem Kecamatan Mojogedang sangat besar. Diceritakan Titin, bahwa awalnya untuk membangun desa wisata itu tidaklah mudah. “Kita melakukan sosialisasi kepada masyarakat, mengajak berdiskusi serta bercerita untuk mengembangkan potensi yang ada di Dusun Sumberbulu, Desa Pendem. Terutama untuk merubah mindset masyarakat yang latarbelakang pendidikannya sangat berbeda,” terang Titin yang merupakan lulusan Sarjana Higiene Gigi UGM Yogyakarta.  Titin berharap untuk perempuan, ke depan terwujudnya kesetaraan perempuan yang sama dalam berbagai sektor, karena perempuan mempunyai kemampuan untuk maju dan berkembang dalam bidang apapun. “Peran dan fungsi perempuan yang mampu maju dan berdaya saing merupakan modal dalam pembangunan. Dan pemberdayaan perempuan begitu erat berkaitan dengan memperbaiki kualitas penerus bangsa mengingat perempuan adalah pendidik pertama di dalam keluarga,” ujar Titin selaku Penggerak Desa Wisata Karanganyar yang meraih Juara 1 Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 untuk Kategori Suvenir dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf RI). Hari Ibu, juga sejalan dengan gerakan emansipasi perempuan. Menurut Devid, bahwa emansipasi perempuan adalah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dimana perempuan adalah sama dengan laki-laki dalam hal kiprahnya.  “Sesungguhnya emansipasi adalah bentuk pemberian hak kepada perempuan agar dapat mengembangkan diri serta dapat memberikan motivasi kepada perempuan agar dapat maju. Pelaksanaan Hak Asasi Manusia adalah pemenuhan setiap hak yang harus setara bagi semua orang dan bebas diskriminasi antara laki-laki dan perempuan,” ucap Devid. Beliau melanjutkan bahwa emansipasi artinya memberikan hak yang sepatutnya kepada orang atau sekumpulan orang di mana hak tersebut sebelumnya dirampas atau diabaikan dari mereka. Dimana refleksi emansipasi yang diperjuangkan oleh Raden Ajeng Kartini adalah untuk membawa perubahan besar kepada perempuan Indonesia, yaitu perjuangan menuntut hak pendidikan bagi perempuan. Karena kita ketahui bahwa di zaman dahulu, pendidikan bagi perempuan ataupun kaum pribumi adalah hal yang sangat tabu dan sangat susah untuk dicapai. “Dalam kehidupan sosial dan politik, setiap perempuan berhak untuk memilih dan dipilih. Setelah berhasil terpilih lewat proses yang demokratis, perempuan juga harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah hingga implementasinya. Setiap perempuan berhak untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan, dari tingkat dasar hingga universitas. Harus ada penghapusan pemikiran stereotip (pandangan yang tidak seimbang-red) mengenai peranan laki-laki dan perempuan dalam segala tingkatan dan bentuk pendidikan, termasuk kesempatan yang sama untuk mendapatkan beasiswa. Istilah emansipasi perempuan pada prinsipnya memberikan seluruh hak dasar manusia (Human Rights) kepada perempuan, misalnya hak berbicara, hak hidup, dan lain sebagainya. Namun perempuan diharuskan tidak meninggalkan kodratnya. Emansipasi merupakan tindak lanjut dari gagasan kesetaraan gender dalam bentuk tindakan nyata seorang perempuan dalam kehidupannya. Alangkah lebih bijaksananya jika kita mengartikan dan memaknai emansipasi perempuan sebagai salah satu bentuk kerja sama antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan kehidupan. Sebagai partner, tentu saja mempunyai kedudukan dan hak yang sama tanpa adanya pembeda. (HRN)  

KARANGANYAR – Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk BPS Tahun 2020 komposisi penduduk Indonesia sebagian besar berasal dari Generasi Z/Gen Z. Gen Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1997 sampai dengan 2012 di Indonesia 27,94 % dari 270 juta jiwa. Gen Z mendominasi populasi di Indonesia.  Gen Z khususnya di wilayah Kabupaten Karanganyar juga berada di kisaran 27%. Gen Z sangat menarik untuk diperbincangkan karena generasi ini sangat potensial dalam hal menyukseskan Pemilu 2024 mendatang. Karakteristik yang mencolok dari Gen Z adalah kemampuan dalam penggunaan teknologi digital di segala sendi kehidupan. Karena itu, Gen Z dikenal sebagai penduduk asli dunia digital (digital native). Nama lain dari generasi ini yaitu generasi Net atau generasi Internet. Ini artinya bahwa keberadaan Gen Z di Indonesia memiliki peran penting dan pengaruh pada arah perkembangan negara di masa kini dan nanti.  Pada edisi X Majalah Kobil KPU Karanganyar mengupas Gen Z dan potensi untuk Demokrasi 2024. Berikut bincang-bincang KPU Karanganyar bersama Ahmad Ramdhon, S.Sos., M.Si. pengajar di Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Seperti apa perilaku/potret Gen Z di Indonesia? Menurut Ramdhon, pada akhir  tahun 1997 terjadi perubahan transisi yaitu krisis ekonomi yang kemudian berimbas pada krisis politik yang menandai berakhirnya Orde Baru. Titik ini menjadi penanda akhir satu gelombang  demokrasi kemudian masuk ke dalam sebuah gelombang demokrasi baru sesudah itu yaitu Reformasi dengan Pemilu Tahun 1999.  Dimana masyarakat mulai menapak tahapan-tahapan proses demokratis yang lebih masif dan jauh lebih baik.  Terdapat 2 (dua) pondasi demokrasi yaitu Otonomi Daerah yang dirilis tahun 1999 dan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dan terpusat berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004. Dua pondasi tersebut menjadi modal bagi praktik demokrasi selepas Pemilu 1999. Pemilu 2004 dan juga Pemilu 2009 berjalan dengan baik dan demokratis demikian juga dengan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Dalam konteks sebuah gelombang demokrasi yang sangat masif, luar biasa, sangat liberal serta polarisasi terjadi dimana-mana tersebut, Gen Z terlahir. Orientasi  Gen Z dalam hal pelaksanaan hajatan demokrasi 2024 di Indonesia? Perbedaan spesifik Gen Z dengan generasi sebelumnya adalah pemahaman dalam memahami demokrasi yang tidak komparatif. Generasi sebelumnya tumbuh dalam periode Orde Baru dimana demokrasi tidak tumbuh sedangkan Gen Z lahir dalam ekosistem demokrasi yang sangat terbuka dimana Pilkada dilakukan, Pemilihan Presiden dilaksanakan dan jumlah Partai Politik yang sangat besar artinya generasi ini adalah generasi paling awal yang punya mandat secara langsung.  Transformasi teknologi pada dua dekade terakhir memberikan banyak hal tentang kebebasan berpendapat, ruang demokrasi yang jauh lebih terbuka, jauh lebih inklusif. Gen Z memiliki PR besar yaitu tantangan untuk memastikan gelombang demokrasi yang sudah dilalui bertahap mulai Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014, Pemilu 2019, dan Pemilu yang akan datang termasuk putaran Pilkada bergerak jauh lebih progresif dan membuka ruang-ruang dialog dan partisipasi aktif Gen Z.  Dalam proses edukasi politik sebagai ruang bersama harus ditopang oleh semua pihak, bukan hanya Penyelenggara Pemilu atau Partai Politik tapi semua orang dapat terlibat dalam proses pendidikan politik.  Demokrasi dari sudut pandang Gen Z, khususnya di Karanganyar? Kabupaten Karanganyar tidak lepas dari bonus demografis secara nasional yang akan disemai di tahun 2030 misalnya, artinya sebaran pola demografi di usia ini merata. Angka 27% yang dicatat di tahun ini dan kemudian akan mendapatkan kenaikan bonus di 2 atau 3 tahun ke depan yang kemudian menjadi salah satu penanda afirmasi generasi ini menjadi penting.  Memastikan bahwa generasi ini terlibat dalam proses politik yang menempatkan mereka sebagai subjek yang tidak bisa dihindarkan tentu situasi ini tidak hanya dimandatkan sepihak kepada mereka tapi juga memungkinkan dibangun sebuah ruang ekosistem yang memadai. Partai Politik yang kemudian mengafirmasi generasi ini, Institusi Pendidikan juga memastikan bahwa demokrasi, pendidikan politik, kesadaran politik semakin luas termasuk juga ditopang oleh sebuah situasi dimana teknologi menjadi jembatan.  Tugas kita memastikan pendidikan politik bersama-sama sekaligus ujung dari pendidikan politik menempatkan Gen Z ini menjadi subjek bagi perubahan di Karanganyar. Ketika gelombang ini tidak bisa dibendung, akumulasi proses ini akan terjadi dalam skala nasional. Dengan demikian maka andil dan peran Gen Z tidak hanya di Karanganyar tentunya juga secara nasional yang juga menjadi bagian dari populasi di Indonesia.  Porsi peran yang bisa diambil Gen Z dalam hal keberlangsungan kehidupan demokrasi? Peran terbaik dari generasi ini adalah memaknai ulang tentang apa itu Otonomi Daerah, bagaimana kemudian Kota atau Kabupaten dimana kita tinggal bisa didorong bersama-sama perubahannya. Kesadaran menjadi kata kunci untuk memastikan bahwa generasi ini terlibat.  Kalau Gen Z ada di ruang-ruang institusi pendidikan mereka bisa aktif berorganisasi, ketika mereka ada di tempat tinggal bisa memastikan bahwa ada banyak hal yang bisa dilakukan. Pandemi ini memberi kita pelajaran banyak, memberi kita PR untuk memastikan bahwa ada yang harus kita ubah termasuk juga cara kita merespons demokrasi ke depan.  Generasi ini menjadi pembelajar dalam situasi yang sulit dan semoga kita lekas keluar dari pandemi dan kemudian melaksanakan demokrasi jauh lebih baik di periode-periode ke depan karena Gen Z  menjadi potensi Pemilih Pemula di tahun 2024. (NKAW)