Opini

Pemilihan Ketua OSIS, Harapan untuk Demokrasi di Masa Depan

Oleh: Daryono, Ketua KPU Kabupaten Karanganyar

Bulan September 2025 ini, banyak sekolah di Kabupaten Karanganyar baik itu Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ataupun Madrasah Aliyah (MA), melaksanakan pemilihan ketua OSIS (Milkoi). KPU Karanganyar pun menerima banyak undangan dari sekolah-sekolah baik untuk menyaksikan pelaksanaan Milkoi maupun memberikan materi atau sosialisasi.

Pendampingan pelaksanaan Milkoi merupakan salah satu program KPU Karanganyar yang sudah dimulai sejak tahun 2016. Dalam proses pendampingan ini, KPU Karanganyar membentuk Komite Milkoi. Meski sudah dimulai sejak 2016, untuk pembentukan Komite Milkoi oleh KPU Karanganyar baru dimulai sejak tahun 2022. Pengurus dan anggota Komite Milkoi ini merupakan siswa-siswa perwakilan dari SMA/SMK/MA di Karanganyar. Kepengurusan Komite Milkoi diperbaharui setiap tahunnya. Pada tahun ini, Komite Milkoi 2025 telah dibentuk oleh KPU Karanganyar pada 18 Juni 2025 lalu.

Setelah terbentuk, tugas utama Komite Milkoi adalah mengkoordinasikan pelaksanaan Milkoi di sekolahnya masing-masing. Jadi, secara sederhana, Komite Milkoi ini adalah “KPU” di level sekolah yang bertugas merancang dan mengkoordinasikan penyelenggaraan Milkoi di masing-masing sekolah mulai dari persiapan hingga pelaksanaan pemungutan suara. Selama proses ini, Komite Milkoi mendapatkan pendampingan dari KPU Karanganyar melalui Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan Sumberdaya Manusia.

Melalui kegiatan Milkoi ini, para siswa diharapkan dapat mengenal dan mengetahui praktik demokrasi sejak dini. Oleh karena itu, tahapan Milkoi dibuat mirip dengan tahapan pemilu atau pemilihan mulai dari menyiapkan daftar pemilih, pencalonan, kampanye hingga pemungutan suara.

Setiap tahapan diharapkan dapat memberi pengalaman dan pengetahuan tersendiri bagi para siswa. Misalnya, dalam tahapan kampanye, dilakukan debat antar calon ketua OSIS. Dengan demikian, para siswa yang menjadi calon ketua OSIS memiliki pengalaman dalam menyiapkan visi, misi dan program serta menyampaikannya secara terbuka. Sementara bagi siswa lainnya, memilki pengalaman dalam menyimak visi misi dan program para calon ketua OSIS dan kemudian menjadi dasar dalam menentukan pilihan saat hari pemungutan suara.

Pendek kata, Milkoi diharapkan dapat menjadi ajang untuk mengenalkan secara dini praktik demokrasi kepada para siswa baik sebagai penyelenggara, peserta maupun pemilih. Selain itu, melalui ajang Milkoi, KPU juga sekaligus mensosialisasikan demokrasi dan pentingnya menjadi pemilih cerdas kepada para siswa lantaran mereka adalah para pemilih pemula yang nantinya akan memiliki hak suara saat pelaksanaan Pemilu 2029. 

Pengenalan demokrasi sejak dini kepada para siswa menjadi hal penting. Tidak hanya menyangkut sosialiasi, tetapi juga menyangkut masa depan demokrasi kita. Para siswa inilah yang dalam beberapa tahun ke depan bakal menjadi pelaku demokrasi sehingga bakal ikut menentukan wajah demokrasi kita.

Sebut saja untuk Pemilu 2029, para siswa ini dipastikan sudah berusia 17 tahun. Dengan demikian, selain dipastikan terdaftar sebagai pemilih, para siswa ini nantinya juga dapat menjadi penyelenggara Pemilu baik itu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk tingkat kecamatan, Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/kelurahan atau menjadi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tingkat TPS. Atau dapat juga menjadi pengawas Pemilu di tingkat kecamatan, desa/kelurahan atau TPS yang merupakan bagian dari jajaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Berkaca dalam Pemilu dan Pilkada 2024 lalu, tidak sedikit personel PPK, PPS maupun KPPS yang usianya masih muda, dalam rentang usia 17-25 tahun. Hal ini menegaskan bahwa penting bagi para siswa untuk mendapatkan pendidikan dan pengalaman demokrasi sejak dini sebagai bekal berdemokrasi di masa depan. Salah satunya melalui kegiatan Milkoi.

Selain untuk memberikan pendidikan dan pengalaman demokrasi, Milkoi juga diharapkan dapat menjadi semacam laboratorium teknis pelaksanaan pemungutan suara. Meski secara umum pelaksanaanya masih sama, namun pelaksanaan Milkoi di berbagai sekolah dimungkinkan memiliki ciri khas masing-masing. Hal ini justru akan menjadi pengayaan tersendiri dalam konteks penyelenggaraan.

Sebagaiman kita ketahui, perkembangan teknologi begitu cepat. Di sisi lain, anak-anak muda juga sangat akrab dengan perkembangan teknologi. Karena itu, tidak menutup kemungkinan, pelaksanaan Milkoi di sekolah justru dapat lebih maju dari sisi teknis penyelenggaraan. Misalnya, proses pemungutan suara menggunakan google-form atau e-voting.

Meski belum tentu dapat dipakai untuk skala lebih luas seperti Pemilu atau Pilkada, namun inovasi-inovasi dalam pelaksanaan Milkoi akan dapat menjadi referensi dan kajian untuk pelaksanaan pemungutan suara di kemudian hari. Tujuannya tentu saja agar pelaksanaan Pemilu dan Pilkada kita semakin baik dan efisien dari sisi teknis penyelenggaraanya.

Terakhir, dengan mendapatkan pendidikan dan pengalaman praktik berdemokrasi sejak dini, diharapkan pula akan memperkuat partisipasi anak muda dalam demokrasi kita. Partisipasti tidak melulu dengan menjadi aktor utama demokrasi seperti peserta pemilu ataupun penyelenggara. Namun juga dapat menjadi pemilih cerdas atau pemantau pemilu.

Kita tahu bersama, demokrasi kita masih menyisakan sejumlah persoalan seperti masifnya money politik dan juga minimnya partisipasi pengawasan. Hal itu secara sederhana terlihat dengan minimnya, atau bahkan tidak adanya organisasi yang menjadi pemantau pemilu dalam Pemilu dan Pilkada 2024 lalu. Padahal, demokrasi kita akan semakin baik apabila semakin banyak pihak-pihak yang menjadi pengawas partisipatif.

Jadi, bagi KPU, Milkoi bukan sekedar sosialisasi kepada calon pemilih pemula. Tetapi juga menyangkut masa depan demokrasi kita yang ditentukan salah satunya oleh anak muda. Kepada mereka-lah kita akan menitipkan demokrasi yang telah kita sepakati dan kita perjuangkan bersama-sama. (*)

 

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 336 kali