
Proses Pencalonan Pilbup Empat Lawang, Pelajaran Penting sengketa di MK
KARANGANYAR – Proses sengketa pencalonan dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang Provinsi Sumatra Selatan menjadi pembelajaran penting bagi penyelenggara pemilu, partai politik, serta masyarakat mengenai kompleksitas aturan pencalonan.
Demikian drama yang muncul dalam kajian hukum KPU Provinsi Jawa Tengah pada Jumat (4/7/2025). Kajian ini mengulas secara mendalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pencalonan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang Tahun 2024.
Dikatakan Muslim Aisha, Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Jawa Tengah, bahwa sengketa di Empat Lawang, Provinsi Sumatera Selatan menyediakan cara berpikir yang berbeda dalam memahami MK menyoal legal standing dan periodisasi pencalonan.
“MK masih memberikan ruang bagi status bakal calon untuk menjadi para pihak di MK. MK memiliki pandangan calon yang sekalipun dinyatakaan TMS dinyatakan tetap memiliki legal standing. Dapat kita maknai di sini bahwa bakal calon sekali pun tetap memiliki legal standing di MK. MK terkhusus pada sengketa di Empat Lawang ini memiliki cara pandang yang berbeda dengan KPU secara umum dalam penentuan periodisasi dan di sinilah menariknya sengketa di Empat Lawang ini” tutur Muslim.
Sengketa ini juga menyoroti pentingnya koordinasi antar-lembaga seperti KPU, Bawaslu, dan Mahkamah Konstitusi dalam menjaga integritas dan keadilan pemilihan kepala daerah.
Kajian menghadirkan dua narasumber, yakni Hendra Gunawan dari KPU Kabupaten Empat Lawang dan Imam Nurhakim dari KPU Kabupaten Purbalingga. Keduanya membedah proses panjang sengketa PHPU Pilbup Empat Lawang yang berujung pada perintah Mahkamah Konstitusi untuk melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) melibatkan dua paslon resmi, memperbaiki proses demokrasi lokal yang sempat berjalan hanya dengan satu paslon.
KPU Karanganyar diwakili oleh Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan, Siti Halimatus Sa’diyah, bersama jajaran Subbagian yang membidangi Teknis Penyelenggaraan Pemilu dan Hukum.
Hendra, Anggota KPU Empat Lawang menuturkan bahwa Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Budi-Henny yang menyatakan bahwa keputusan KPU terkait penetapan hasil pemilihan dan pasangan calon serta nomor urut tidak sah dan batal demi hukum serta perintah dilakukannya PSU dengan diikuti oleh dua pasangan calon, yakni Joncik-Arifa’i dan Budi-Henny yang harus digelar paling lama 60 hari sejak putusan dibacakan.
Semua ini bermula dari pasangan H. Budi Antoni Al Jufri – Henny Verawati mengajukan permohonan dimana sebelumnya mereka tidak ditetapkan sebagai peserta pemilihan yang didasarkan pada anggapan bahwa masa jabatan sebelumnya telah melebihi satu periode. Namun MK di sini mempertimbangkan bahwa definisi satu periode belum diatur secara tegas dalam UU Pilkada, meski telah diputuskan dalam beberapa perkara MK sebelumnya.
Pasangan H. Budi Antoni Al Jufri – Henny Verawati di sini meminta MK agar membatalkan keputusan KPU terkait hasil dan peserta Pilkada Empat Lawang, serta meminta dilakukannya pemungutan suara ulang (PSU). Lebih lanjut mereka juga mempersoalkan berbagai bentuk dugaan kecurangan dalam pelaksanaan pilkada di sejumlah kecamatan seperti Ulu Musi, Tebing Tinggi, Talang Padang, dan Pendopo Barat.
“KPU Empat Lawang telah membantah seluruh tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa proses pemungutan suara telah berjalan sesuai hukum dan tidak ditemukan bukti kecurangan yang sah. Bahkan dalam proses penyelesaian di Bawaslu dan PT TUN Palembang, gugatan Pemohon sebelumnya juga telah ditolak. KPU juga menegaskan bahwa keputusan mereka telah melalui proses hukum dan administrasi yang cermat” terang Hendra.
Sementara itu, Imam, Anggota KPU Purbalingga menyoroti bahwa putusan MK tersebut sekaligus menjadi preseden hukum baru dalam menghitung masa jabatan kepala daerah. Dalam pertimbangannya, MK menegaskan bahwa seseorang dianggap telah menjabat satu periode jika telah menduduki jabatan minimal 2,5 tahun, baik sebagai pejabat definitif maupun sementara. MK menilai masa jabatan kedua Budi Antoni tidak memenuhi syarat dua periode karena hanya menjabat 2 tahun 1 bulan, sehingga dia tetap memenuhi syarat sebagai calon. Imam menegaskan bahwa semua tahapan sudah dijalankan sesuai regulasi, meskipun MK tetap memutuskan PSU sebagai solusi yang paling adil.
“Kami menghormati putusan Mahkamah sebagai bagian dari proses demokrasi yang sehat,” ungkapnya.
Nurul Mubarok, Anggota KPU Provinsi Sumatera Selatan Divisi Hukum dan Pengawasan menjelaskan adanya keunikan pada sengketa di Empat Lawang ini.
“Mitigasi potensi-potensi masalah yang akan timbul di Empat Lawang baik itu di saat pelaksanaan maupun pasca pelaksanaan pemilu sudah KPU Kabupaten Empat Lawang lakukan dengan berhati-hati, namun tetap saja terkena PSU sebanyak 2 kali di Empat Lawang ini. Hingga pada akhirnya, KPU Kabupaten Empat Lawang berhasil memenangkan PHPU di Kabupaten Empat Lawang” ujarnya.
KPU Kabupaten Empat Lawang, tambah Mubarok sebetulnya sudah mengikuti pedoman PKPU, namun mungkin hakim Mahkamah Konstitusi memiliki pandangan lain di luar penafsiran PKPU di KPU Kabupaten Empat Lawang dan inilah yang menjadikan diskusi kali ini salah satunya terkait kapan mulai dihitungnya masa jabatan atau periodisasi ini.
Muhammad Machruz, Anggota KPU Jawa Tengah Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu, menilai Sengketa di Empat Lawang yang berupa kasus pencalonan terkait masa jabatan menjadi isu yang sangat krusial bagaimana pemahaman-pemahaman yang berbeda.
“Kita bisa mengambil hikmah dari adanya sengketa empat lawang ini dalam melakukan mitigasi-mitigasi yang seperti apa dan aksi-aksi yang dilakukan terkait ini nantinya dapat menjadi sumbangsih tolak ukur evaluasi dan pembelajaran untuk kedepannya.”, terangnya.
(FF)