Berita Terkini

KPU Karanganyar Simak Kajian Hukum Sengketa Pilbup Pasaman 2024

KARANGANYAR – Proses sengketa pencalonan dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pasaman Provinsi Sumatera Barat menjadi pembelajaran penting bagi penyelenggara pemilu, partai politik, serta masyarakat mengenai kompleksitas aturan pencalonan. Demikian drama yang muncul dalam kajian hukum yang digelar KPU Provinsi Jawa Tengah pada Kamis (17/7/2025).

Kajian ini mengulas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (Pilbup) Pasaman 2024. KPU Kabupaten Karanganyar turut menyimak kajian hukum tersebut.

Ketua KPU Kabupaten Karanganyar, Daryono, beserta komisioner Divisi Hukum dan Pengawasan, Siti Halimatus Sa’diyah,  Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Santosa, serta Divisi Rendatin, Devid Wahyuningtyas ikut hadir hadir bersama jajaran Subbagian Teknis Penyelenggaraan Pemilu dan Hukum menyimak jalannya acara.

Akmaliyah, Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi Jawa Tengah, dalam sambutannya menerangkan bahwa sengketa di Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat menyediakan cara berpikir yang berbeda dalam memahami MK yang tidak hanya berfokus pada penghitungan angka semata, tetapi juga aspek hukum dan keadilan, serta aspek-aspek lain yang menjadi dasar Mahkamah untuk memutus sengketa di Kabupaten Pasaman. Sengketa PHPU Pilbup Pasaman menarik untuk dibahas karena MK menolak seluruh eksepsi Termohon dan mengabulkan sebagian permohonan dari Pemohon.

“Inilah yang menjadi poin pembahasan yang menarik. Disini MK tidak hanya disebut mahkamah kalkulator dalam memutus perkara, tetapi MK tidak lah hanya berfokus pada penghitungan angka-angka semata. Tetapi juga memperhitungkan aspek hukum, konstitusi, dan keadilan yang berprinsip luas," terang Akmaliyah.

Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Provinsi Sumatera Barat, Hamdan, menyampaikan bahwa sengketa PHPU di Kabupaten Pasaman ini dimulai karena adanya permohonan salah satu pasangan calon peraih suara terbanyak kedua dari 3 pasangan calon dimana selisih suaranya melewati ambang batas yakni 1,8 % sementara diketentuan untuk Kabupaten Pasaman ini hanya 1,5%. Tetapi, Pemohon di sini mendalilkan adanya syarat ke calon yang tidak terpenuhi di dalam proses tahapan kemarin yakni pencalonan, sehingga dinilai oleh Pemohon cacat hukum atau tidak memenuhi syarat.

“Pelajaran penting yang dapat kita ambil dari sengketa PHPU di Kabupaten Pasaman ini adalah terkhusus bagi teman-teman Bawaslu untuk tidak mengambil paradigma rekomendasi-rekomendasi yang selama ini cenderung membuat kita tidak konkret sehingga menjadi ragu apakah jika kita eksekusi akan aman atau malah sebaliknya malah menjadi dilaporkan dan belum lagi laporan-laporan lain terhadap KPU Kabupaten Pasaman. Untuk itu, selanjutnya jika melakukan koordinasi dengan Bawaslu sebagai lembaga pengawasan yang memiliki kewenangan untuk memberikan rekomendasi atau menindaklanjuti laporan pelanggaran administrasi dalam hal menindaknya agar sejalan atau seirama," ujar Hamdan.

Kajian menghadirkan dua narasumber, yakni Elvie Syafni dari KPU Kabupaten Pasaman dan Mochamad Muarofah dari KPU Kabupaten Brebes. Keduanya membedah proses panjang sengketa PHPU Pilbup Pasaman yang berujung pada perintah MK untuk melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU). Sengketa ini juga menyoroti pentingnya koordinasi antarlembaga seperti KPU, Bawaslu, dan Mahkamah Konstitusi dalam menjaga integritas dan keadilan pemilihan kepala daerah.

Elvie menerangkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pasaman melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2024 berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 02/PHPU.BUP-XXIII/2025, yang menyatakan bahwa calon Wakil Bupati Anggit Kurniawan Nasution didiskualifikasi karena tidak jujur menyampaikan status hukum sebagai mantan narapidana dalam dokumen pencalonan, serta memerintahkan KPU untuk menyelenggarakan PSU dalam waktu 60 hari sejak putusan dibacakan pada 24 Februari 2025.

“Sebelumnya, proses tahapan pencalonan telah berjalan sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024, termasuk sosialisasi, pendaftaran pasangan calon, penelitian administrasi, hingga penetapan pasangan calon pada 22 September 2024, namun tanggapan masyarakat mengenai status hukum calon atas nama Anggit Kurniawan Nasution baru masuk setelah masa tanggapan selesai, dan meski informasi tambahan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah menjadi terpidana, KPU tidak bisa menindaklanjuti karena tahapan sudah lewat," terang Elvie.

Elvie juga menyampaikan terkait sejumlah evaluasi dan saran untuk KPU Kabupaten Pasaman pasca dilakukannya PSU ini. “Pasca PSU ini kita perlu melakukan perbaikan terutama sistem verifikasi administrasi calon, kemudian peningkatan kapasitas SDM penyelenggara, penguatan koordinasi antar lembaga, perbaikan distribusi logistik, efisiensi pembiayaan PSU, serta optimalisasi sosialisasi kepada pemilih, guna memastikan pelaksanaan pemilu di masa mendatang lebih tertib, akuntabel, demokratis, dan mampu mencegah permasalahan serupa terjadi kembali," jelas Elvie.

Sementara itu, Muhammad Muarofah menyampaikan bahwa sengketa hasil PHPU Pilbup Kabupaten Pasaman bermula dari setelah ditemukannya calon Wakil Bupati Nomor Urut 1, Anggit Kurniawan Nasution yang pernah dipidana.

“Masalah pencalonan yang tidak jujur terkait status hukumnya itu menjadikan penilaian MK terhadap ketidakjujuran tersebut telah terlihat dari Anggit yang membiarkan surat keterangan tidak pernah dipidana dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang kemudian dikoreksi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Padahal, setiap pasangan calon wajib terbuka mengumumkan kepada publik mengenai identitasnya sebagai mantan terpidana”, tambah Muarofah.

Muslim Aisha, Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Provinsi Jawa Tengah, menerangkan bahwa sengketa PHPU di Kabupaten Pasaman sangatlah menarik untuk dibahas karena sengketa ini bukanlah persoalan mengenai perhitungan suara tetapi  lebih kepada masalah pencalonan. Pencalonan pada kasus ini, merupakan pencalonan persyaratan yang apabila dilihat dalam tahapan seharusnya sudah tidak muncul lagi di belakang karena sudah sejak awal berjalan dengan baik, namun yang dimana KPU sesungguhnya sudah memenuhi semua dari sisi tahapan, waktu, maupaun sisi teknis yang hanya saja terdapat suatu kejadian yang tidak bisa ditolak oleh KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilihan.

“Pada kasus Kabupaten Pasaman ini saya melihat dari 2 sisi, pertama dari sisi teknis pada sengketa PHPU Kabupaten Pasaman di sini MK terlihat lebih senang apabila problem terkait pencalonan dilakukan PSU, karena MK menilai dibatalkannya paslon bukan berarti dibatalkan perolehan suaranya. Kemudian yang kedua, substansi syarat tidak pernah dipidana kaitannya dengan ancaman pidana 5 tahun atau lebih dan dokumen yang diberikan KPU Kabupaten Pasaman adalah tidak pernah dipidana, kemudian apabila kita mendapati dokumen yang tidak pernah dipidana adalah dia tidak pernah dipidana atau dia pernah dipidana tetapi tidak 5 tahun sehingga tidak dalam kualifikasi pernah dipidana dengan ancaman 5 tahun serta kaitannya dengan ketidakjujuran calon, nah di sini lah perlunya perbaikan sistem verifikasi administrasi calon”, tutup Muslim. (FF)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 30 kali