
KPU Karanganyar Simak Kajian Hukum, Kisah Panjang Sengketa Pilbup Kutai Kartanegara 2024
KARANGANYAR – Kisah panjang sengketa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (Pilbup) Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur mengemuka dalam kajian hukum bertajuk Kamis Sesuatu yang diselenggarakan oleh KPU Provinsi Jawa Tengah, Kamis (10/07/2025) secara daring. Diantaranya adalah Diskualifikasi dalam pencalonan dan terjadinya Pemungutan Suara Ulang (PSU). KPU Kabupaten Karanganyar menyimak kajian hukum yang juga di siarkan di chanel youtube KPU Provinsi Jawa Tengah.
Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kabupaten Karanganyar, Siti Halimatus Sa’diyah, beserta jajaran Sub Bagian Teknis Penyelenggaraan Pemilu dan Hukum menyimak dengan seksama materi yang disampaikan narasumber. Narasumber utama dari Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Wiwin, serta Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kabupaten Pati, Haryono.
Keduanya membahas proses panjang sengketa PHPU Pilbup Kukar yang berujung pada pembatalan penetapan calon dan hasil Pilbup serta Pemungutan Suara Ulang (PSU). Pilkada Kabupaten Kukar tahun 2024 mencatat sejarah sebagai salah satu proses pemilihan kepala daerah yang penuh dinamika hukum dan politik. Wiwin menjelaskan bahwa proses permasalahan hukum dimulai dari pendaftaran tiga pasangan calon yakni pasangan Awang Yacoub Luthman – Akhmad Zais, Edi Damansyah – Rendi Solihin, serta Dendi Suryadi – Alif Turiadi.
Setelah melalui proses verifikasi dan klarifikasi, kata Wiwin, KPU Kukar menetapkan ketiga pasangan sebagai calon resmi. Namun, tahapan Pilkada tak berjalan mulus. Gugatan terhadap penetapan pasangan calon (paslon) diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Banjarmasin. Gugatan ini ditolak dengan alasan penggugat tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing). Upaya kasasi ke Mahkamah Agung pun ditempuh oleh pemohon namun kandas. Tak sampai disitu, dua paslon mengajukan sengketa hasil pemungutan suara ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Semua proses kami jalankan sesuai aturan. Kami lakukan verifikasi, klarifikasi, hingga pembelaan dalam setiap tahapan hukum,” ungkap Wiwin.
Hasil Pilkada pun disengketakan sampai di Mahkamah Konstitusi (MK). Sengketa MK ini diajukan oleh pasangan calon nomor urut 3, Dendi dan Alif, yang mempermasalahkan keabsahan pencalonan Edi Damansyah. Pemohon berargumen bahwa Edi telah menjabat dua periode sebagai Bupati, yang melanggar ketentuan syarat pencalonan dalam UU Pilkada dan PKPU Nomor 8 Tahun 2024.
Meski sebelumnya gugatan mereka ditolak oleh Bawaslu dan PT TUN, Mahkamah Konstitusi mengambil sikap berbeda. MK menilai terdapat “kondisi khusus” yang belum terselesaikan dalam proses pemilihan, sehingga perkara ini tetap berada dalam kewenangan Mahkamah.
Dalam amar putusannya, MK memutuskan mengabulkan sebagian gugatan dan mendiskualifikasi Edi Damansyah sebagai calon bupati, sekaligus memerintahkan pelaksanaan PSU. Sedangkan Rendi Solihin tetap dipertahankan sebagai calon wakil bupati.
Dari permasalahan pencalonan tersebut, pentingnya dalam menafsirkan masa jabatan kepala daerah. Disampaikan Haryono, Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Pati bahwa adanya salah hitung masa jabatan bisa berdampak besar, bukan hanya sengketa, tapi juga PSU yang akan berkaitan dengan pengeluaran tenaga dan biaya lagi. “Ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh penyelenggara pemilu,” ungkapnya.
Muslim Aisha, Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Provinsi Jawa Tengah, menilai muncul pemahaman baru tentang bagaimana MK menilai legal standing dan periodisasi jabatan kepala daerah. Menurutnya, MK telah menegaskan bahwa periode dua setengah tahun dalam jabatan bupati, baik secara definitif maupun sementara, sudah cukup untuk dihitung sebagai satu periode kepemimpinan.
“MK sejak awal punya pendirian bahwa periodisasi dua setengah tahun berlaku, baik menjabat secara definitif maupun sebagai penjabat sementara. Dan kemarin ditegaskan kembali, bahwa bukan soal statusnya, tapi jika secara riil dia menjalankan kekuasaan, maka itu sudah dihitung sebagai masa jabatan,” jelas Muslim.
Muslim menilai putusan MK dalam perkara ini bisa menjadi titik balik penting dalam evaluasi sistem pencalonan kepala daerah, khususnya dalam menentukan batasan masa jabatan yang selama ini kerap multitafsir. Proses panjang sengketa Pilbup Kabupaten Kukar tahun 2024 ini menjadi pelajaran penting bagi penyelenggaraan pemilu ke depan, terutama dalam menjaga keabsahan proses pencalonan. (DFR)